Help/Support
Like
Contact
TRADISI SYAWALAN DI KALIWUNGU KENDAL

TRADISI SYAWALAN DI KALIWUNGU KENDAL

Para peziarah berduyun-duyun dan berdesak-desakan menuju makam Sunan Katong pada waktu Syawalan. www.ekokimianto@ymail.com
Makam Sunan Katong pada waktu Syawalan penuh sesak dengan para peziarah. www.ekokimianto@ymail.com
Berdoa di sekitar lokasi makam Sunan Katong. www.ekokimianto@ymail.com

Tempat wudhu di lokasi makam Sunan Katong, wudhu dilakukan sebelum melaksanakan ritual doa. www.ekokimianto@ymail.com


Gapura/Pintu Gerbang masuk ke lokasi makam Sunan Katong. Penuh sesak ingin ziarah kubur di makam Sunan Katon. www.ekokimianto@ymail.com



Perawatan makam yang termasuk luar biasa di makam Kyai Guru. www.ekokimianto@ymail.com
Rumah makam Kyai Guru, kelihatan lebih baru tetapi para peziarah tetap antusias mengunjunginya. www.ekokimianto@ymail.com
Peziarah sampai antri berjam-jam untuk masuk ke rumah makam Kyai Guru. www.ekokimianto@ymail.com
Beginilah kondisi Syawalan tahun 2009 di depan rumah makam Kyai Guru. www.ekokimianto@ymail.com




SYAWALAN merupakan satu bentuk tradisi tahunan yang ada di beberapa daerah di Indonesia, yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Setiap daerah mempunyai warna tradisi syawalan yang berbeda-beda, tetapi mempunyai satu kesamaan yaitu dilakukan pada waktu bulan syawal 7 hari setelah lebaran atau hari raya Idhul Fitri. Kebanyakan dari tradisi syawalan ini yaitu suatu kegiatan bernuansa religi yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara kolektif menyambut 7 hari setelah lebaran dengan berziarah kubur pada figur yang telah melegenda atau tokoh yang telah memberi warna kehidupan pada masyarakat setempat. Tokoh tersebut yaitu tokoh yang telah memberikan teladan kehidupan, terutama yang bersifat religius (Islami). Syawalan dapat juga berupa satu bentuk pesta atau rasa syukur ungkapan kebahagiaan masyarakat setelah menjalankan ibadah puasa Romadhon. Rasa syukur ini dapat diungkapkan dalam bentuk suatu kegiatan yang menghibur atau kegiatan lain yang bersifat religi untuk mengenang kembali tokoh-tokoh agama masa lalu yang ada di masyarakat tertentu.
BENTUK TRADISI SYAWALAN ini juga dilakukan oleh masyarakat Kaliwungu Kendal. Masyarakat Kaliwungu merupakan satu contoh kecil, masyarakat yang kental dengan nuansa kehidupan keagamaannya. Kaliwungu di kenal dengan nama kota santrinya. Hal ini dapat dipertegas dengan banyaknya pondok-pondok pesantren atau madrasah-madrasah yang eksis dan selalu berkembang dari tahun ke tahun. Hingga grup band ternama seperti GIGI pun menyanyikan lagu "KOTA SANTRI" yang tidak lain untuk menegaskan Kaliwungu sebagai kota santri. Pernyataan lirik ini bukanlah basa-basi untuk menyebut kota selain Kaliwungu, karena pengarang lagu ini adalah orang asli dari Kaliwungu yang ingin mengungkapkan perasaan dan memvisualkan bentuk kehidupan agamis di kota asalnya tersebut.
SYAWALAN di Kaliwungu merupakan bentuk kegiatan rutin yang dilakukan masyarakat setempat setiap tahunnya. Kegiatan ini tidak perlu adanya komando dari seorang pejabat atau tokoh masyarakat, tetapi atas dasar tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan dari tahun ke tahun dan telah berlangsung sangat lama sekali. Tidak ada catatan sejarah yang pasti kapan dimulainya tradisi syawalan ini. Tradisi syawalan yang pasti dilakukan semenjak Islam masuk di daerah ini. Hal ini sangat erat kaitannya dengan segala bentuk kegiatan yang sarat dengan nuansa keislaman. Misalnya adanya acara utama berupa ziarah kubur dengan menggunakan doa-doa islam, figur tokoh yang dikunjungi juga tokoh-tokoh penyebar agama islam. Sedangkan makam tokoh yang bertentangan dengannya (seperti Paku Wojo) lengang dan sepi tanpa peziarah.
KEGIATAN utama syawalan adalah berziarah ke tempat makam "SUNAN KATONG" dan dilanjutkan berziarah ke makam Kyai Guru (Kyai Asy'ari). Sunan Katong merupakan tokoh utama penyebar agama islam di Kendal termasuk di dalamnya Kaliwungu dan kota-kota disekitarnya. Penyebar agama islam yang lain di kota ini diantaranya adalah Wali Joko, Wali Hadi dan Wali Gembyang. Ketiga wali ini pada akhir hayatnya tewas di tangan Paku Wojo. Sunan Katong adalah seorang tokoh yang sangat mulia dan sangat disegani pada masa hidupnya. Hingga sepeninggal beliaupun masyarakat tetap menghormatinya dengan berbagai bentuk kegiatan untuk mengenang jasa-jasanya, seperti salah satunya pada acara tradisi syawalan tersebut. Kegiatan Syawalan ini merupakan satu kegiatan yang luar biasa meriah, besar dan antusias masyarakat sangat tinggi sekali.
TEMPAT syawalan ini sangat luas untuk ukuran di kota Kendal, dimulai dari timur sampai ke barat yaitu aloon-aloon (depan masjid Agung Kaliwungu ) hingga lapangan Brimob (depan eks gedung bioskop Kaliwungu). Sedangkan dari arah utara sampai selatan yaitu sepanjang pinggir jalan raya Soekarno-Hatta hingga lokasi makam Sunan Katong dan Kyai Guru. Semua lokasi yang ada penuh dengan berbagai macam hiburan maupun para pedagang musiman. Pengunjung begitu antusias mengisi semua lokasi yang ada, baik yang hanya jalan-jalan di keramaian tersebut maupun yang khusus menuju lokasi ziarah kubur.
Like
ccc

Add to Cart

MAKAM PAKU WOJO

MAKAM PAKU WOJO

Peziarah di makam Paku Wojo pada saat Syawalan di Kaliwungu Kendal
Makam Paku Wojo di lihat dari samping bawah
Makam Paku Wojo kelihatan sepi pada saat Syawalan
Papan nama di gapura masuk makam Paku Wojo
Gapura atau pintu gerbang memasuki makam Paku Wojo

Pada waktu memasuki bulan Syawal atau tepatnya 7 hari setelah lebaran, masyarakat Indonesia pada umumnya atau masyarakat Kaliwungu Kendal pada khususnya, ada semacam tradisi yang terus berlanjut sampai saat ini. Tradisi tersebut dikenal dengan nama tradisi Syawalan. Syawalan yaitu satu bentuk tradisi untuk memperingati seminggu setelah hari Raya Idhul Fitri, yang biasanya oleh masyarakat setempat digunakan untuk berziarah ke tempat makam-makam orang yang sangat berpengaruh (figur yang dikultuskan pada suatu daerah tertentu). Di Kaliwungu Kendal, acara tersebut dirayakan di sekitar Aloon-aloon (depan Masjid Agung) sampai dengan tempat makam Sunan Katong, Kyai Asyari (Kyai Guru) maupun tempat yang agak jarang dikunjungi seperti makam Empu Paku Wojo.
Peziarah di makam Sunan Katong maupun Kyai Guru pada waktu Syawalan memang sangat ramai dan padat pengunjungnya. Hal ini wajar karena kedua tokoh tersebut, merupakan tokoh yang dianggap mempunyai tingkah laku dan misi agama yang baik, yaitu menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Penyebaran agama Islam di Kendal memang tidak dapat lepas dari ketokohan Sunan Katong, Kyai Guru atau yang berdomisili (makamnya) di kota Kendal seperti Wali Joko, Wali Hadi dan Wali Gembyang. Ketokohan tersebut diabadikan oleh masyarakat setempat pada setiap tahunnya dengan mengadakan suatu tradisi Syawalan yang di isi dengan ziarah kubur ke tempat-tempat makam tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama yang dianut mayoritas masyarakat Kendal.
Hal ini berlaku kebalikannya dengan makam Paku Wojo yang merupakan satu tokoh antagonis dalam sejarah penyebaran agama Islam di Kendal. Para peziarah jarang untuk berkunjung kemakam Paku Wojo ini. Walaupun kalau dilihat langsung ketempat makam ini, ada beberapa orang yang menyempatkan diri berkunjung untuk ziarah. Tempat makam ini memang kelihatan berbeda sekali dengan makam para Sunan, Wali atau Kyai yang kelihatan ramai dan sangat semarak peziarahnya. Makam Paku Wojo kelihatan senyap dan kelihatan lebih angker dengan sesekali tercium bau kemenyan. Makam ini memang lebih bernuansa Kejawen, walaupun dalam isi doa peziarahnya dengan melantunkan doa-doa yang berbau keislaman. Tidak bisa disangkal, dalam sejarahnya Paku Wojo ini memang yang menjadi lawan dalam pertarungannya dengan Sunan Katong yang berakhir dengan tewasnya kedua belah tokoh tersebut.
Paku Wojo adalah seorang empu yang dalam kesehariannya membuat, merawat dan menyimpan berbagai macam pusaka yang dianggap ampuh, misalnya seperti keris. Perseteruan ini berawal pada saat Sunan Katong menyuruh Paku Wojo untuk memperbaiki dan merawat kembali senjata kepunyaan Sunan Katong. Setelah waktu perbaikan dan perawatan sudah selesai, keris tersebut diminta kembali oleh Sunan Katong, tetapi Paku Wojo mengingkari janjinya. Keris tersebut di bawa lari dan disembunyikan oleh Paku Wojo. Pencarian dan pengejarannya sampai mengelilingi beberapa daerah di Kendal dan berakhir di Kaliwungu. Pada saat bertemu tersebut, keduanya terlibat pertarungan sengit, hingga Paku Wojo terkena senjata kepunyaan Sunan Katong di sebuah sungai yang terdapat di tempat itu. Setelah terkena senjata Paku Wojo meminta Sunan Katong untuk mendekat dan meminta maaf. Tetapi Paku Wojo memafaatkan kelengahan Sunan katong, kemudian menancapkan senjata tersebut ke tubuh Sunan Katong, sehingga keduanya tewas lewat senjata tersebut. Menurut legenda pencampuran darah keduanya mengakibatkan warna sungai berubah menjadi ungu. Sehingga daerah itu sampai sekarang disebut dengan nama Kali-Wungu, yang artinya sungai yang berwarna ungu. Dengan adanya kisah tersebut, masyarakat setempat lebih mengutamakan berziarah ke tempat Sunan Katong. Sedangkan makam Paku Wojo hanya dikunjungi segelintir orang saja, yang kemungkinan besar masih keturunannya maupun orang-orang yang masih mempunyai kepercayaan kejawen (memegang teguh keyakinan Jawa Kuno).
Like
ccc

Add to Cart