Help/Support
Like
Contact
HERRY DIM

HERRY DIM

Lukisan diri Herry Dim

Herry Dim (lahir di Bandung, Jawa Barat, 19 Mei 1955; umur 54 tahun) adalah seorang pelukis Indonesia. Herry menjadi pelukis pertama Indonesia yang menggelar pameran tunggal di Palais de Nations, Jenewa, 20-24 November 2008.

Ia melukis sejak kecil, mulai giat betul melukis selepas SMA di tahun 1973. Berbagai kegiatan melukis dia tekuni. Pada tahun 1975 ikut bergabung dengan Bengkel Pelukis Jakarta, dan diteruskan bergabung dengan Sanggar Garajas di tahun 1976. Kemudian Herry Dim kembali ke Bandung pada tahun 1978, dan pada tahun 1983 bersama seniman-seniman lainnya medirikan Kelompok Seniman Bandung. Dalam catatannya pada era 1990-an telah mengikuti pameran diantaranya sebagai berikut:

  • International Exhibition of Asian Artists (Bandung)
  • Biennale Yogyakarta
  • Festival Istiqlal
  • Biennale Jakarta
  • Non-Aligned Countries Contemporary Art Exhibition
  • 3 Indonesian Contemporary Artists (Jakarta)
  • Rites to the Earth yang bersambung dengan peristiwa "Ruwatan Bumi"
  • International Exhibition of Asian Artists (Kualalumpur)
  • International Exhibition of Asian Artists (Fukuoka}
  • Container 96: Art Accross the Oceans (Copenhagen)
  • 6 Indonesian Painters di Darga & Lansberg Gallery, Paris, 1998.
  • "Senirupa Ritus - Ritus Senirupa" (1986)
  • "Senirupa dan Sastra" (1991)
  • "Menyongsong Millenium ke-3" (1993)
  • "Instalasi 10 Biografi" (1993-94)
  • Lukisan dan Instalasi "Sebuah Ruang Tamu Tak Berpenghuni" sebagai ungkapan keprihatinan atas peristiwa bredel tiga media cetak (1994)
  • "Instalasi Bebegig" (1994)
  • "gonjangganjingnegeriku" (1998 di Bandung dan 2000 di TIM Jakarta)

Herry Dim pernah tinggal di Berlin selama 6 bulan. Sempat melakukan kegiatan seni di Mime Centrum dengan seniman setempat dan seniman Ethiopia.

Selain melukis Herry Dim mengerjakan pula artistik untuk seni pertunjukan (drama, tari, musik), seni grafis, disain grafis, seni instalasi, dan kadang-kadang menulis esei seni dan kebudayaan di berbagai media. (diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Herry_Dim).

Like
ccc

Add to Cart

KARYA PELUKIS INDONESIA TERMAHAL DI ASIA TENGGARA

KARYA PELUKIS INDONESIA TERMAHAL DI ASIA TENGGARA

Karya I Nyoman Masriadi diambil dari http://artknowledgenews.com/id/S...ast.html
Dalam lelang yang digelar Balai Lelang Sotheby’s di Hong Kong, baru-baru ini, lukisan karya I Nyoman Masriadi berjudul “The Man From Bantul (The Final Round)”, terjual dengan harga Rp 10 miliar. Harga ini merupakan rekor harga tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Booming lukisan kontemporer Tiongkok, akhirnya redam juga. Ibarat gelembung permen karet (bubble gum) yang kemudian pecah, para pelaku seni rupa Asia, Eropa, dan Amerika, kini tidak mau lagi melirik lukisan Tiongkok karena harganya terlalu mahal atau rata-rata mencapai puluhan miliar rupiah.Kondisi itu terjadi karena pelaku seni rupa di Tiongkok, khususnya para kolektor, investor, art dealer, atau pemilik galeri, terlalu cepat mengangkat harga lukisan ke harga yang tinggi. Akhirnya, lukisan-lukisan kontemporer karya para pelukis papan atas Tiongkok seperti Zhao Chunya, Zeng Fanzhi, dan lain-lain, tidak laku dijual.

Bahkan, dalam lelang terakhir yang dilakukan oleh Balai Lelang Sotheby’s di Hong Kong, awal Oktober lalu, hanya 20 persen saja lukisan Tiongkok yang terjual. Itu pun lukisan yang harganya murah. Ditinggalkannya lukisan-lukisan kontemporer Tiongkok tersebut dipicu oleh hantaman badai krisis keuangan yang melanda dunia dengan terpuruknya nilai saham.

Akan tetapi, sesuatu yang di luar dugaan justru terjadi pada lukisan-lukisan kontemporer Indonesia. Ternyata, animo masyarakat seni rupa dunia malah begitu tinggi terhadap karya anak-anak bangsa.

Penggemar lukisan kini berpaling ke lukisan kontemporer Indonesia karena selain harganya lebih murah atau harganya tidak “digoreng” terlalu berlebihan dalam waktu yang singkat, kualitas para pelukis Indonesia ternyata tidak kalah dengan pelukis-pelukis Tiongkok.

Konsisten dalam harga serta tingginya minat dunia terhadap lukisan Indonesia, itulah yang menjadi bahan diskusi para kolektor seni rupa Indonesia di Gedung Balai Lelang Masterpiece, Tanah Abang IV No 23-25, Jakarta Pusat.

Benny Raharjo, Direktur Utama tiga balai lelang Masterpiece, Heritage, dan Treasure, membuka diskusi dengan menjelaskan bahwa rontoknya lukisan-lukisan Tiongkok harus dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku seni rupa Indonesia agar lukisan-lukisan Indonesia bisa diterima dunia internasional.

“Kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Kita harus sama-sama menaikkan derajat dan martabat lukisan anak bangsa sendiri ke tingkat internasional,” tegas Benny.

Sumber : suarapembaruan.com/Tmy
Like
ccc

Add to Cart