I have always imagined what my “heaven” would look like. Although I could not see the place, or dare to feel it with my fingers, I constantly have dreamed the “heaven” with all my possible imagination and intuition.
When I looked up the word, “heaven” in a dictionary, “heaven” was described as an utopia where God or “Absolute power” exist, or a place there is no limit, or the place where Christians believe to be saved after their deaths.
However, “heaven” depicted by Kim So-young in her works, is not directly to prove what faith is or what truth is. Rather, Kim has tried to show that heaven is the reflection of individuals’ favors and their desire in a form of paradise, specifically beyond time and space. She has mainly focused on describing this ideal space in her arts. Depends on what they have experienced from their surroundings, people imagine different ideal places; in other words, the context they are in, such as country, sex, religion, economical situation, and even their health, could immensely influence on their dream of ‘heaven.’ So it is possible that the image of ‘heaven’ for each individual would constantly be swayed by the change of environment. Indeed, ‘heaven’ or utopia is a very interesting concept since this can actively adjust to the change of one’s value without any limit.
In her first exhibition, “It Would be Heaven”, Kim has showed what heaven would look like to her personally. Kim has used collages, photos, and animation characters to describe her ideal place. Kim’s ‘heaven’ is full of pink: very luxurious, sweet and full of joy. It is very noticeable that anime characters are singing as a church quire in her heaven. So her heaven is somewhat fantastic as well as realistic.
However, from her last exhibition, some had opinion that Kim’s heaven did not look so real, or said “I can’t agree on your heaven, since my image of ‘heaven’ is very much so different from yours”. A few of them even expressed their doubts; “How could you call this “heaven”?” Since then Kim has started wondering what other people’s heaven would look like and what the real heaven should be like. She also has questioned what she missed from the ideal place. Throughout her works, Kim has asked people’s opinions to find what they really think about heaven; then, she tried to understand each individual’s ideal place without any prejudice. So she could prepare the next exhibition with others’ perspective on the image of heaven.
In this solo exhibition, Kim has titled her works as “Show Me Your Heaven” which signifies her intention to show how much the image of heaven could be different among people. The works in this exhibition reflect not only her thought of this magical place, but also the opinions from other people on heaven. Some may think, “Heaven is the place where there is no harm and no sorrow”, or “where sweet music is always on”, or “the place I can rest forever”. She has gained many ideas from those opinions about heaven so that she could sublimate those thought into art forms. Throughout this exhibition, Kim hopes those audiences who visit her exhibition to have a break from their work, and have a peaceful time to meditate what their utopia is while they are enjoying her works. (http://www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=140).
HEAVEN CITY KARYA KIM SO YOUNG
INSOMNIA SEBUAH KOTA, KARYA JUMARTONO
RENUNGAN BUMI KARYA IWAN YUSUF
http://www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=138 |
DIMENSI PERBURUAN KARYA IMAM ABDILLAH
AWAS! REKLAMASI DIMULAI, KARYA I WAYAN DIANA
MENGGANTUNG HARAPAN, KARYA I MADE SUPENA
Kota besar bagaikan madu kehidupan yang sangat manis dan banyak masyarakat akan bergantung harapan sehingga sendi – sendi / aspek – aspek kehidupan dapat terealisasi dengan baik. |
SALING BERHIMPITAN KARYA I MADE KENAK DWI ADNYANA
Dimasa globalisasi ini, laju pembangunan sangat cepat dalam perkembangannya. “Saling Berhimpitan” menggambarkan pertumbuhan pembangunan yang sangat padat, yang saling berhimpitan, berdesak – desakan, yang hanya menyisakan celah – celah kecil di sekitarnya. Bahkan diantara celah – celah kecil itupun tidak luput untuk diisi kembali, tanpa menghiraukan dampak yang akan ditimbulkan. Semua berharap dalam perkembangannya membawa dampak yang signifikan terhadap perubahan yang lebih baik. Jakarta sebagai ibu kota negara akan menjadi central perkembangan, tidak dapat dipungkiri Jakarta memberikan berjuta pesona kepada setiap orang. Banyak orang yang akan tergugah oleh pesona yang ditawarkan di ibukota sehingga lambat laun masyarakat urban akan semakin bertambah. Dari ungkapan inilah saya mencoba merepresentasikannya lewat bahasa abstrak yang diekspresikan menjadi sebuah wujud visual yang representative. |
PERSIAPAN MENUJU KOTA JAKARTA, KARYA I KETUT SUDILA
BADUT-BADUT KOTA KITA, KARYA I KETUT SADIA
Masyarakat di berbagai kota di Indonesia selalu nampak tidak berbahagia. Demo terus menerus terjadi, dan perkelahialn antar kelompok tidak pernah surut. Mereka meributkan segala hal : dari uang kuliah, kenaikan tarif listrik, pemilukada, korupsi, skandal Bank Century dan lain – lain . Tapi untung kota besar seperti Jakarta, tempat semua unsur berkumpul, bisa menenangkan keributan dengan selalu menampilkan badut – badut, di arena jalanan sampai di televisi.
Badut – badut itu tidak hanya dipernakan oleh para pelawak, tapi juga oleh politikus , jaksa, hakim, polisi, petugas pajak, pengacara, pengusaha yang pandai berkilah dan berakting. Kehadiran “badut – badut” ini “menghibur”, bahkan bagi masyarakat kota Jakarta sendiri . Atau jangan – jangan malah menambah kacau keadaan ?.
Artikel ini diambil dari http://www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=131
SALAH SASARAN, KARYA I GEDE OKA ASTAWA
Kebijakan – kebijakan pemerintahan kita kadang kala disalah gunakan dan tidak tepat sasaran dengan kata lain melencengkan dari tujuan awalnya. Subsidi silang salah satunya yang banyak disalah gunakan untuk memperkaya diri ataupun perusahaannya dengan cara merusak hutan digantikan bangunan – bangunan bertingkat. Kebijakan pemerintah yang ngawur memberikan peluang bagi oknum – oknum tertentu melakukan misi yang tak bertanggung jawab . Itulah sekelumit permasalahan yang sering dihadapi di kota – kota besar untuk menjaga kotanya agar tetap nyaman, tenang dan makmur. Artikel ini diambil dari http: //www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=130
MIMPI TENTANG KOTA BESAR, KARYA HARDJANTO
DI PERSIMPANGAN JALAN, KARYA HAMZAH
Keadaaan ini dapat dirasakan pada persoalan lalu lintas , jalan – jalan sangat menguasai dan padat , penuh polusi udara,pembangunan jalan bangunan beton membludak, ditambah dengan kepadatan penduduk dan persoalan banjir akibat ketidak teraturan , sehingga membuat suasana menjadi runyam dan kacau saya ibarqatkan runyam dan kacaunya goresan , ciretan, dan gersang. Karya ini merupakan interpretasi dari perasaan yang kacau, gaduh, dan gundahnya hati. Apabila saya mengingat akan problematika kota besar , maka saya merasakan betapa hancurnya tatanan kehidupan yang di presentasikan oleh wajah yang carut marut, penuh goresan dan tekstur.
LANGIT EINSTEIN DAN SEMESTA YANG MEMBARA, KARYA GUNAWAN HANJAYA
Einstein adalah ilmuwan paling genius di muka bumi. Namun ia akan berpikir tujuh keliling apabila memikirkan bumi dan alam semesta sekarang yang diancam global warming. Bila Einstein saja pusing, bagaimana yang lain ?
PAVOR NOCTURNUS, KARYA FAZAR ROMA AGUNG WIBISONO
DI SUDUT KOTA, KARYA M. FAQIH ALFYAN
DI SUDUT KOTA
Jakarta!gedung tinggi,perkantoran,mall,ibukota,kota tua,surau keramaian,gemerlap lampu kota,metrolitan,ppoejabat tinggi,dan tak kenal waktu.Itulah beberapa kata yang tersirat tentang Jakarta.Dan itu menjadi faktor yang melekat pada diri Jakarta.
Namun,banyak faktor lain yang belum kita ketahui dan bahkan terlupakan.Menjadi bagian lain dari Jakarta,menjadi sisi lain dari Jakarta.Berada dalam suasana kekurangan dan keterbatasan sosial.Bertahan hidup dengan mengais sesuatu untuk sesuap nasi.Apapun dilakukan,berbagai cara mereka tempuh,dan kemanapun mereka jalani.Agar bertahan,mencoba lebih baik.Yaitu mereka yang berada di sudut kota.
Di balik gedung tinggi dan gemerlap lampu kota mereka berada.Ketakutan akan kekuasaan telah menjadi pengiring lagu tidur sehari-hari.Beralaskan tanah sudah menjadi hal yang wajar.Tak ada yang mereka harapkan,tak ada yang menjanjikan.Menjadi ironi di tengah keramaian kota.Banyak yang tertawa dan banyak yang menangis.
Yang lelah menanti hari,menunggu datangnya rezeki.Menelusuri semua sudut kota,tak pernah sebanding dengan yang telah diperbuat.Semua bisa berubah,dengan tak hanya tenggelam di layar kaca,dan juga merekam baik di dalam janji palsu.Tetapi pikiran dan pengorbanan yang dibutuhkan untuk mereka.''life is stage and we are all actor''(william shakespeare).Saatnya kita tahu,saatnya kita mengerti,dan saatnya kita berbuat.
Artikel ini diambil dari http://www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=123
HERE WE ARE / INI JAKARTA (KITA) BUNG, KARYA FARHAN SIKI
(D)ALAM KOTA(K)&NBSP: KARYA ERIANTO
(D)ALAM KOTA(K)
(D)alam Kota(K), secara visual adalah, “sebuah kotak yang berada dalam kotak” namun pada intinya adalah sebuah kehidupan kota atau alamnya kota, terutama kota besar, yang didalamnya sangat majemuk, tumpang tindih sehingga kita berfikiran bagaikan sebuah TEKA – TEKI, karena ada kotak dalam kotak dan didalamnya mungkin juga masih ada “sesuatu”, dan karya ini juga mampu membawa kita pada pandangan yang multi tafsir, dan memiliki pemaknaan yang saling terkait. Bisa dipandang sebagai Dalam Kotak, yang merupakan suatu keterbatasan ruang gerak terutama dalam masalah waktu tempat dan sebagainya, yang sering dirasa amat terbatas dan itu sangat bisa dirasakan Dalam kota (big city), yang selalu terpacu dengan waktu dan ditambah lagi dengan sistim pola kehidupan yang serba komplit mulai dari yang sangat sederhana (terbatas) sampai pada yang paling bebas (luas), aktivitas dan segala aspek kehidupan duniawi yang serba ada didalamnya dan itulah sebuah Alam Kota (big city), yang pada dasarnya diawali oleh kemajemukan, multi cultur, dan beraneka ragaman yang kala sulit dapat kita telusuri secara menyeluruh
Tapi ...yang lebih penting adalah Kota (big city), maupun “Kotak” mempunyai sebuah image yang bagus, karena keduanya memiliki persamaan arti, yaitu sebagai Tempat atau Wadah yang pada dasarnya adalah bertujuan demi keselamatan, kebaikan dn keamanan bagi sesuatu yang berada di dalamnya.
Contoh :
Kota besar merupakan tempat orang – orang menggantungkan harapan demi kehidupan mereka, dengan di kota mereka dapat mempertahan kelangsungan hidup mereka, dan kadang kala mampu untuk merubah nasib mereka kearah yang lebih baik. Walaupun kadang – kadang ada sebaliknya
Artikel diambil dari http://www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=121
PUYENG RUMUS E= MC2, KARYA EKO SUPA
Eko Supa adalah seorang seniman dari Purwodadi, yang bertempat tinggal di
Jl. Glugu, kebondalem RT 06 RW 14 No.12E, Purwodadi, Grobogan Jateng 58111. Dia merupakan salah satu seniman yang masuk ke dalam 83 nominator Kompetisi Seni Internasional yang di adakan oleh Jakarta Art Awards pada tanggal 20 Juli 2010.
WHERE DO I GROW UP, KARYA DJOEARI SOEBARDJA
Karya ini merupakan karya yang masuk ke dalam 83 nominator lomba International Painting Competition Jakarta Art Awards dengan tema untuk seniman lokal "Aspek-Aspek Kota Besar".
DI BALIK TEMBOK TETANGGA, : KARYA DESRAT FIANDA
Salah satu gambar ini masuk ke dalam 83 nominator International Painting Competition Jakarta Art Awards, Jakarta Art Awards, 2010.
SAYA BUKAN OKNUM SEBELAH SAYALAH OKNUMNYA, KARYA DANI HERIYANTO
SAYA BUKAN OKNUM SEBELAH SAYALAH OKNUMNYA
Banyak fenomena yang sangat spektakuler di jaman yang namanya kontemporer ini termasuk kalangan petinggi – petinggi negeri (indonesia ku) akhir – akhir ini. Kasus – kasus nan lucu dan menggemaskan mulai terkuak. Perampokan uang negara (korupsi) besar – besaran, kasus sindikat suap di segala lini, mafia hukum, penyalahgunaan kekuasaan dan lain sebagainya semakin seru untuk disimak dan di tonton.
Namun yang menarik dari semua itu adalah ini bagaikan sebuah cerita sandiwara sirkus (parodi indonesia), dimana setiap pemainnya menyuguhkan karakter lucu, pintar sekaligus bodoh dan kejam. Layak ditertawakan memang oleh masyarakat, namun juga kita disisni prihatin dan sedih kadang malah geram dengan ulah para dia dan mereka disana yang saling tudingdan tuduh bahwa yang bersalah adalah orang lain, padahal sebenarnya merekalah juga yang seharusnya dipersalahkan.
Dalam pemahaman saya sebagai seorang perupa kejadian tersebut diatas menjadi sebuah moment estetis yang sangat menggairahkan untuk dijadikan kedalam sebuah karya yang (seharusnya) sensasional, berkali – kali berita tersebut saya lihat dan saya dengar dari berbagai media informasi yang ada di negeriku indonesia ini. Dan rasanya ingin berkali – kali juga saya merespon dan menuangkan ide dan gagasan tentang berita bodoh tersebut kedalam berbagai ekspresi. Alhasil lukisan dengan judul Saya Bukan Oknum Sebelah Sayalah Oknumnya adalah akumulasi dari semua itu.
Dengan tidak bermaksud menyinggung atau menghina pihak manapun disini termasuk para dewan juri yang terhormat, kawan – kawan pejabat tinggi negara yang dicintai, sipir penjara, para pelukis sekarang yang kuran gsensitive terhadap fenomena – fenomena bangsa dan negara sendiri. Karya saya tersebut adalah karya yang original bertujuan untuk mengintrospeksi diri sendiri dan harapannya juga bisa menyentil......dengan bahasavisual yang saya hadirkan.
Artikel ini diambil dari http://www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=117
SPECIAL MENU TODAY, HASIL KARYA CUCU RUCHYAT
Ketat nya persaingan hidup di kota besar memaksa sebagian warganya menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya, syahwat terhadap materi menepikan norma-norma hukum yang ada, hingga yang terjadi kemudian hukum rimba menjadi pegangan. Si Kuat Memangsa Si Lemah.
Artikel ini diambil dari http://www.jakartaartawards.com/index.php?mib=lukisan.profile&id=116