Help/Support
Like
Contact
HASIL KARYA KALIGRAFI INDONESIA

HASIL KARYA KALIGRAFI INDONESIA

 Kaligrafi karya Anwar Sanusi diambil dari senipasuruan.blogspot.com

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html

 Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html


Kaligrafi ini diambil dari http://karyarupa.blogspot.com/2012/01/kumpulan-karya-lukis-kaligrafi.html
Like
ccc

Add to Cart

SEJARAH KALIGRAFI INDONESIA

SEJARAH KALIGRAFI INDONESIA



SEJARAH KALIGRAFI INDONESIA
Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan rasa ini bukan tanpa alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi kaligrafi Islam yang dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya Kufi telah berkembang pada abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad-abad ke-15. Bahkan diakui pula sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan batu nisan pada makam-makam, huruf Arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala surat, dan sebagainya. Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut diistilahkan dengan huruf Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.
Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-quran tua dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis al-Qur’an telah banyak dirintis oleh banyak ulama besar di pesantren-pesantren semenjak akhir abad XVI, meskipun tidak semua ulama atau santri yang piawai menulis kalgrafi dengan indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat yang ditokohkan di penghujung abad XIX atau awal abad XX, karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar tahun 1961 karangan Muhammad Abdur Razaq Muhili berjudul ‘Tulisan Indah’ serta karangan Drs. Abdul Karim Husein berjudul ‘Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab’ tahun 1971.
Pelopor angkatan pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam kitab-kiab atau buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di tanah air. Para tokoh tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H. Darami Yunus, H. Salim Bakary, H.M. Salim Fachry dan K.H. Rofi’I Karim. Angkatan yang menyusul kemudian sampai angkatan generasi paling muda dapat disebutkan antara lain Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K. Mahfudz dari Ponorogo, Faih Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq dan Muhammad Wasi’ Abdur Razaq, H. Yahya dan Rahmat Arifin dari Malang, D. Sirojuddin dari Kuningan, M. Nur Aufa Shiddiq dari Kudus, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari Bantul dan lainnya. D. Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis buku-buku kaligrafi danmengalihkan kreasinya pada lukisan kaligrafi.
Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau visual art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup. Dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus-menerus.
Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar tahun 1979 dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional pertama bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang, menyusul pameran pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia than 1980 di Balai Sidang Jakarta dan Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, MTQ Nasional di Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai Budaya Jakarta dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan pameran lainnya.
Para pelukis yang mempelpori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali (Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya (Yogyakarta, asal Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya), dilanjutkan oleh angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain. Mereka hadir dengan membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar anatomi yang menjauhkannya dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan. Kehadiran seni lukis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi, bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun apapun hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat sendiri membawa banyak hikmah, antara lain menimbulkan kesadaran akan kelemahan para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para pelukis.
Perkembangan lain dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu oleh sayembara kaligrafi pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ Nasional XIII di Padang 1983. Sayembara tersebut pada akhirnya dipandang kurang memuaskan karena sistemnya adalah mengirimkan hasil karya khat langsung kepada panitia MTQ, sedangkan penulisannya di tempat masing-masing peserta. MTQ Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara dan MTQ tahun selanjutnya kaligrafi dilombakan di tempat MTQ.
Diambil dari : hilyatulqalam.wordpress.com







Like
ccc

Add to Cart

SENI RUPA MONOPRINT

SENI RUPA MONOPRINT

 Karya Monoprint I, media cat kayu yang direndam dalam air sebagai sarana pencetaknya (Dokumen Eko Kimianto)

 Karya Monoprint II, media cat kayu melalui sarana pencetaknya yaitu air (Dokumen Eko Kimianto)

 Karya Monoprint III, Dokumen Eko Kimianto.

 Karya Monoprint IV, Dokumen Eko Kimianto

  Karya Monoprint V, Dokumen Eko Kimianto

  Karya Monoprint VI, Dokumen Eko Kimianto

  Karya Monoprint VII, Dokumen Eko Kimianto

  Karya Monoprint VIII, Dokumen Eko Kimianto

 Karya Monoprint IX, Dokumen Eko Kimianto

Secara konvensional pegrafis atau printmaker diharuskan mencetak suatu image dalam suatu jumlah yang cukup besar, misalnya dicetak sebanyak 20 edisi, dan satu sama lainnya identik. Cetakan yang pertama dari keduapuluh edisi itu ditandai dengan kode '1/20', artinya: cetakan pertama dari 20 edisi. Cetakan kesembilan dari serial yang sama diberi tanda dengan '9/20'.
Cetak silkscreen biasanya punya edisi yang jauh lebih besar dibanding karya cetak dengan teknik lithografi, cukilan kayu, atau intaglio. Sejak awalnya Seni Grafis tidak pernah lepas dari perkembangan teknologi cetak, teknologi pengadaan bahan dan media. Teknik cetak lithografi memerlukan bahan, media, dan piranti press sendiri, prinsip kerjanya memanfaatkan prinsip tolak-menolak antara air dan minyak.
Cetak cukilan kayu memerlukan papan berpermukaan rata, untuk dicukili sesuai dengan disainnya, bagian yang akan mencetak dibiarkan begitu saja, sedang bagian yang tidak mencetak dicukil. Teknik ini disebut relief print, karena terlihat jelas perbedaan tinggi rendah antara bagian yang mencetak dan tidak mencetak. Intaglio disebut sebagai teknik cetak dalam, karena bagian yang akan mencetak justru yang digores sampai berupa seperti arit garis yang berfungsi menampung tinta kental yang akan dicetakkan pada kertas lembab yang ditumpangkan padanya, lalu ditekan secara rata dengan bantuan mesin press, sehingga cat yang ada dalam 'parit' itu bisa terserap pada kertas basah, sehingga tercetaklah image yang diharapkan. Cetak silkscreen memanfaatkan pori-pori kain terbuat dari bahan sintetis yang kuat, bagian yang tidak mencetak pada bentangan kain sintetis itu ditutup dengan gelatin yang ditorehkan rata, dan dikeringkan sehingga menutup pori-pori bentangan kain cetak. Bagian yang mencetak adalah bagian pada bentangan yang pori-porinya tidak tertutup gelatin. Ada beberapa jenis kertas yang berbeda satu sama lain, disesuaikan dengan teknik cetak yang dipakai. Cetak intaglio memerlukan ketebalan kertas yang lebih dibandingkan dengan kertas-kertas lain sebagai media teknik cetak lain. Namun secara ideal kertas untuk cetak Seni Grafis adalah kertas yang bebas dari asam, biasa disebut dengan acid-free paper. Kertas yang bebas asam ini tidak berubah warna jadi kuning-kecoklatan, dan dapat bertahan lama asalkan tidak ditaruh di tempat yang lembab. Di negara-negara maju kertas-kertas macam itu mudah diperoleh, misalnya kertas BFK, yang dapat dipakai untuk berbagai teknik cetak, yang bebas asam sama sekali. Secara historis Seni Grafis memang tidak lepas dari perkembangan teknologi yang berjalan secara sinkronis.
Kehadiran Seni Grafis di Indonesia sudah cukup lama, berkembang di Bandung, Yogyakarta, Jakarta, dan Bali. Pada umumnya bergulir dan matang di lingkungan akademis, atau di lingkungan seniman muda dan aktivis sosial yang melihat potensi bahwa penyebarluasan suatu image dapat cepat dilakukan dengan reproduksi grafis guna menunjukkan perlawanan kultural terhadap nilai-nilai yang mendominasi atau menghegemoni. Sayangnya, teknologi pembuatan kertas untuk keperluan Seni Grafis yang secara teknis dapat diandalkan belum berkembang sebagaimana seharusnya. Pegrafis harus berfikir lipat dua untuk memilih dan menangani kertas yang mau dipakai mencetak, belum lagi ketika harus menyimpan karya jadi. Padahal, sebagaimana telah diketahui umum, pegrafis sama seperti seniman lain, harus bisa survive sebagai individu profesional dengan cara menjual karya mereka sebagai produk yang dihargai exchange-value-nya. Untuk meyakinkan para kolektor – individual maupun institusional – mereka harus menunjukkan bahwa mereka memakai media yang tahan lama untuk mencetak karya grafisnya. Sehingga layak dikoleksi, dan dapat diandalkan eksistensinya. Dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah pegrafis mencetakkan image kreasi mereka pada kanvas yang sudah ditangani sedemikian rupa sehingga dapat dipakai mencetak karya grafis. Lebih ekstrim lagi, mereka hanya mencetakkan image secara tunggal, sebagai monoprint, yang setara dengan karya lukis yang tidak ada duplikasinya – kecuali disengaja untuk merealisasi suatu konsep tertentu. Memang monoprint, monotype, atau karya one of a kind yang dibuat melalui proses cetak sudah cukup lama berkembang di sejumlah negara, misalnya di USA, Jepang, dan Eropa dimana orang secara leluasa mewarnai karya cetak grafis secara hand-colouring, atau membuat suatu image tunggal pada plat metal atau flexiglass untuk dicetakkan pada kertas melalui proses cetak grafis konvensional. Pada awalnya monoprint dilihat secara kritis dan sinis, bahkan dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan dari Seni Grafis konvensional. Namun dengan berbagai pertimbangan teknis, ternyata monoprint populer di kalangan pegrafis muda. Tidak mengurangi respek kepada karya Seni Grafis konvensional, monoprint dengan teknik pembuatan image yang terbalik dan dengan cetak yang diadopsi dari teknik cetak Seni Grafis konvensional, dapat dilihat sebagai satu genre tersendiri terutama di Indonesia
.
Like
ccc

Add to Cart

SERBA SERBI SENI LUKIS

SERBA SERBI SENI LUKIS



 Karya Lukis diambil dari https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgh3j0-oRueRcwKqxtAp7SKq-8Lbb3RAGGBG_o6TzrYRFDaN4AoInza7mUvTAVH_EYVrCykthFujDYTKWlCxRoPBOi0uLV1f-Q8mVHZLPBpqWdkwBonV4o_8Y3rGGR64rY6l1xCaVOKpFc/s1600/BBBBBBBBBBBBBBB.jpghttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgh3j0-oRueRcwKqxtAp7SKq-8Lbb3RAGGBG_o6TzrYRFDaN4AoInza7mUvTAVH_EYVrCykthFujDYTKWlCxRoPBOi0uLV1f-Q8mVHZLPBpqWdkwBonV4o_8Y3rGGR64rY6l1xCaVOKpFc/s1600/BBBBBBBBBBBBBBB.jpg


SERBA SERBI SENI LUKIS

Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.

Sejarah umum seni lukis
Zaman prasejarah

Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.

Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar).

Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.

Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.
Seni lukis zaman klasik

Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:

* Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama)
* Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),

Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.
[sunting] Seni lukis zaman pertengahan

Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas.

Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan "bagus".

Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi. Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang "benar" dari benda).
[sunting] Seni lukis zaman Renaissance

Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.

Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah:

* Tomassi
* Donatello
* Leonardo da Vinci
* Michaelangelo
* Raphael

Art nouveau

Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam.

Sejarah seni lukis di Indonesia

Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.

Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.

Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.

Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.

Aliran2 seni lukis :

Surrealisme
Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.

Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Pablo Picasso.

Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.

Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh.

Plural painting

Adalah sebuah proses beraktivitas seni melalui semacam meditasi atau pengembaraan intuisi untuk menangkap dan menterjemahkan gerak hidup dari naluri kehidupan ke dalam bahasa visual. Bahasa visual yang digunakan berpijak pada konsep PLURAL PAINTING. Artinya, untuk menampilkan idiom-idiom agar relatif bisa mencapai ketepatan dengan apa yang telah tertangkap oleh intuisi mempergunakan idiom-idiom yang bersifat: multi-etnis, multi-teknik, atau multi-style.

Seni lukis daun

Adalah aliran seni lukis kontemporer, dimana lukisan tersebut menggunakan daun tumbuh-tumbuhan, yang diberi warna atau tanpa pewarna. Seni lukis ini memanfaatkan sampah daun tumbuh-tumbuhan, dimana daun memiliki warna khas dan tidak busuk jika ditangani dengan benar. senidaun.wordpress.com

Aliran lain

* Ekspresionisme
* Impresionisme
* Fauvisme
* Neo-Impresionisme
* Realisme
* Naturalisme
* De Stijl

Abstraksi

Adalah usaha untuk mengesampingkan unsur bentuk dari lukisan. Teknik abstraksi yang berkembang pesat seiring merebaknya seni kontemporer saat ini berarti tindakan menghindari peniruan objek secara mentah. Unsur yang dianggap mampu memberikan sensasi keberadaan objek diperkuat untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi porsinya.

Artikel ini diambil dari http://store.cc.cc/g1g328543
Like
ccc

Add to Cart